SUMBAWA, infoaktualnews.com – Sejumlah Saranan dan Prasarana layanan kesehatan telah dibangun di RSUD Sumbawa, namun gonjang-ganjing terkait layanan penggunaan kartu peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa tersebut tuai sorotan publik.
Dalam hal itu, RSUD Sumbawa tengah menertibkan layanan kesehatan terkait kriteria penanganan Pasien di Unit Gawat Darurat (IGD).
Direktur RSUD Sumbawa, dr. Mega Harta, MPH., mengungkapkan, pelayanan di IGD diberikan kepada pasien gawat darurat saja, tidak peduli itu pasien umum atau BPJS, bahkan pasien yg tidak mampu. Sebab sebut dia, para dokter dan nakes itu disumpah untuk memberikan pelayanan yg sama tanpa memandang suku, agama, ras, kemampuan bayar. Kalau memang benar gawat darurat, nyawa yang akan diselamatkan terlebih dahulu baru Nanti ditanya status bayarnya.
“Pasien yang mengalami kondisi mengancam jiwa, seperti gangguan pernapasan berat, penurunan kesadaran, atau gangguan sirkulasi, Akan langsung ditangani tanpa peduli status pasien apakah umum atau BPJS, nantinya kalau memang peserta BPJS tentu dapat menggunakan BPJS,” ungkap Dokter Mega akrab disapa Ketua IDI Sumbawa saat dikonfirmasi media ini, Senin (7/4/25).
Lanjutnya, ia katakan, keluhan yang belum mencapai level gawat darurat, misalnya demam ringan atau kambuhnya asam lambung, bukan gawat darurat tidak bisa menggunakan BPJS akan diberikan obat sekali minum lalu diberikan resep untuk ditebus sendiri, pemeriksaan dan obat sekali minum tetap gratis.
Karena itu, ada peraturan tentang kegawat daruratan ini telah diterapkan sejak awal sistem BPJS berjalan, namun saat itu kriteria masih lunak, sejak terbitnya Permenkes No 47 tahun 2018 pemilahan pasien Gawat Darurat menjadi lebih ketat terang Dokter Mega, Jadi dikenal istilah False Emergency yang sudah dibayar oleh BPJS.
“Terkait itu, kami harus kembalikan sebab kasus tersebut tidak emergency,” cetusnya.
Saat ini kata Dokter Mega, peraturan yang semakin ketat ini menuai tanggapan beragam dari masyarakat. Sejumlah pasien mengaku merasa kaget dan tidak mendapatkan penjelasan yang jelas mengenai kriteria gawat darurat. Sebelumnya, kejadian yang viral di media sosial, yang menyebutkan bahwa penanganan BPJS hanya dilakukan saat pasien sudah dalam kondisi kritis, semakin memperkeruh suasana.
Dengan semakin sadarnya masyarakat akan gawat darurat, tentu akan mengurai pasien dan antrean pasien di IGD, sehingga yang benar-benar “gawat dan darurat” akan dapat ditangani lebih optimal. Hal ini akan menolong banyak nyawa dan efektif – efisien SDM serta sumber daya lainnya di IGD. bebernya.
“Dan ini semua terjadi di seluruh Indonesia. Ini saatnya membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa,” tegas Dokter Mega.
Adapun sesuai aturan Permenkes No 47 tahun 2018, kriteria gawat darurat yakni pertama kondisi yang mengancam nyawa, kemudian kedua gangguan pada fungsi pernapasan dan sirkulasi- Penurunan kesadaran dan gangguan hemodinamik- Perlunya tindakan medis segera. imbuhnya.
Sedangkan pasien dengan keluhan non-darurat tetap mendapatkan pemeriksaan awal di IGD, Layanan lanjutan seperti Rontgen dan Laboratorium akan dialihkan ke layanan umum. Masih kata Dokter Mega, kebijakan ini tidak hanya berlaku di RSUD Sumbawa, tetapi juga diterapkan di fasilitas kesehatan lainnya sebagai upaya menjaga efektivitas penggunaan dana BPJS.
“Semoga masyarakat dapat memahami dan menyesuaikan ekspektasi terhadap layanan BPJS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Edukasi yang berkelanjutan mengenai kriteria gawat darurat dianggap kunci untuk mencegah kesalahpahaman dan mengoptimalkan pelayanan kesehatan untuk Masyarakat di Daerah ini,” harapnya. (IA)